Sabtu, 31 Mei 2008

Ali Bin Abi Thalib (660-661 M)

Ali Bin Abi Thalib (660-661 M)
Pemuda Pertama Hasil Binaan Rasulullah


“Tidak ada orang yang patut disebut masuk Islam paling dini kecuali Ali. Tidak ada yang pantas disebutkan meleburkan dirinya dengan Islam kecuali Ali. Ketika disebutkan orang yang paling paham masalah agama, dan ketika disebutkan tentang kezuhudan pada saat manusia memperebutkan dunia, maka hanya Ali yang pantas untuk disebutkan untuk itu semua”. Demikian Al-Jahizh menukilakan sedikit keutamaan salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga ini.

“Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan” demikian ungkapan pepatah Arab yang tidak asing lagi di kalangan aktivis dakhwah. Rasulullah sangat menyadari bagaimana pentingnya arti sebuah pembinaan terhadap pemuda. Ali merupakan pilot proyek pertama Rasulullah dalam membina sebuah generasi untuk meneruskan estapet kepemimpinan Muslimin ke depan. Ungkapan Al-Jahizh mengenai sosok Ali di atas adalah sedikit gambaran pribadi pemuda hasil didikan Rasulullah yang pertama.


Hasil didikan dan tempaan Rasulullah menjadikan Ali sebagai sosok yang sangat gemilang dan senantiasa mendapatkan kemenangan dalam berbagai peperangan di zaman nabi. Pola pembinaan Rasulullah menjadikan Ali dikaruniai pemahaman yang sangat baik terhadap agama dan dunia. Musuh-musuhnya sering mengomentari bahwa dia sebagai penduduk bumi yang paling thaat melakukan ibadah, paling zuhud, paling pandai, dan paling takut kepada Allah.

Ali merupakan orang ketiga yang pertama-tama berada di “rumah” agama yang baru lahir: Muhammad, Khadijah, dan Ali, dan orang yang selalu berada di samping Rasulullah dalam semua pertempuran beliau. Dialah orang yang tidur menggantikan Rasulullah ketika beliau hijrah ke Madinah, konseptor perjanjian Hudaibiyah, dan orang yang membacakan ayat-ayat pertengahan surat al-bara`ah pada tahun di mana Abu Bakar dan kaum Muslimin melakukan ibadah haji. Karena keutamaannya Rasulullah sangat mencintainya dan menjadikannya suami bagi putri tercintanya Fatimah Azzahra.


Tempaan Islam dan binaan Rasulullah menjadikan Ali orang yang pantang berdiam diri mendengar tantangan lawan untuk berduel di medan perang, dan orang yang menundukan benteng “Mishsyaf” dalam Perang Khaibar di saat pasukan Muslimin dan komandan lainnya tidak mampu mendobraknya. Kethawadhuannya menjadikan dia seorang khalifah yang bersedia diadili oleh bawahannya tanpa predikat “khilafah” maupun predikat “Abu Hasan”.


Beliau memangku amanah sebagai Khilafah dalam suasana paling sulit yang dihadapi Muslimin sepeninggalan Rasulullah, di mana terjadi fitnah perpecahan di antara muslimin. Dia terpaksa memerangi Thalhah, az-Zubair dan Aisyah dalam Perang Jamal dan melawan Muawiyah dalam Perang Siffin. Menurut sebagaian pendapat ia adalah penyusun Nahjul Balaghah, di mana antara lain ia berkata: “Tanyalah kepadaku tentang apa saja yang berkenaan dengan Al Quran, maka Demi Allah tidak ada satupun ayat-ayatnya yang tidak keketahui apakah ia diturunkan siang hari atau malam hari, apakah diturunkan di padang pasir atau di atas bukti”.


Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang selalu menentang maut dan tidak pernah gentar terhadap apapun. Pada saat Perang Khandaq berkecamuk, Ali menjadi orang yang menyambut tantangan ‘Amr bin Wudd ketika dia menantang : “ Apa tidak ada di kalangan kalian yang berani menyambut tantanganku?”. Saat itulah Ali tampil ke depan meladeni tantangan Amr. Ketika melihat Ali yang maju Amr mengejek: “Sesungguhnya orang yang berada di depanmu ini jauh lebih hebat darimu. Hanya saja saya tidak mau menumpahkan darahmu”. Mendengar itu Ali menjawab: “Tapi aku, demi Allah sama sekali tidak segan menumpahkan darahmu”. Sesudah itu perang tanding tak terhindarkan yang pada akhirnya Ali menebas Amr dengan pedangnya. Setelah tersungkur Ali kemudian membunuhnya.


Demikanlah sosok salah seorang sahabat hasil binaan Rasulullah di bawah naungan pola pembinaan yang tersistematis dan efektif. Kini di tengah gelombang fitnah yang melanda muslimin akibat usaha-usaha musul Allah, kebangkitan Ali-Ali baru sangat dinantikan. Coba kita renungkan kata-kata hikmah yang diucapkan Ali sebagai hasil dari proses pembinaannya.


“Iman seseorang belum bisa dikatakan benar, sepanjang kepentingan Allah belum ia tempatkan di atas kepentingan dirinya”, dan “orang yang menang dalam kejelekan sama saja dengan orang yang kalah”. Sementara itu “mencegah diri untuk tidak melakukan kesalahan lebih mulia daripada melakukan kebenaran itu sendiri”. “ Sesungguhya tidak mau menghinakan siapapun kecualai orang yang maksiat kepada-Nya, dan barangsiapa mempercayai waktu, ia kan tertipu, dan barangsiapa yang mengagung-agungkanya ia akan dihinakannya”.


“kedudukan shabar dalam iman, laksana kepala bagi tubuh, barangsiapa beramal untuk akhirat, Allah akan mencukupi kebutuhan duniawinya. Barangsiapa berbuat baik hubungannya terhadap Allah, niscaya Allah akan membuat baik hubungannya dengan manusia lainnya, barangsiapa yang ikhlas melakukan sesuatu maka Allah akan ikhlas pula menolongnya”.


Kini saatnya bagi para pemuda pencipta risalah Allah untuk meniru apa yang dilakukan sahabat Ali bin Abi Thalib ini yaitu melarutkan diri dalam pembinaan tarbiyah, ukhuwah dan perjuangan muslimin. Bagi para umara saatnya kita terapkan suatu pola pembinaan yang efektif, sistematis dan sesuai dengan syariat Allah dan Rasul-Nya, sehingga akan lahir-lahir Ali-Ali baru menyongsong fajar kebangkitan Islam.
Wallahu a'lam

Tidak ada komentar: